Berhenti sejenak, bukan berhenti dan berlama-lama, karena seorang yang melakukan perjalanannya memiliki tujuan yang ahrus dicapainya.
Belum lama meninggalkan Hari Raya Idul Fitri, teringat tentang bagaimana kisah pemudik-pemudik yang mengadakan perjalanan pulang dan pergi nya ke kampung halaman. Bagi para perantau tentunya mengadakan mudik hari raya adalah suatu yang harus dilakukan, terutama bagi mereka yang jarang pulang. Tidak jarang perjalanan mudik ditempuh dengan jarak yang tidak dekat. Butuh waktu berjam-jam bahkan ada yang butuh sehari penuh bahkan lebih untuk sampai ke kampung halaman. Namun, sejauh apapun perjalanannya, pemudik pasti akan berhenti, beristirahat.
Berhenti sejenak, bukan berhenti dan berlama-lama, karena seorang yang melakukan perjalanannya memiliki tujuan yang ahrus dicapainya. Tidak boleh berlama-lama, perjalanan memiliki batasan waktu, batasan modal, dsb. Seorang pemudik saja tidak mungkin bisa tahan berjam-jam mengendarai mobilnya terus menerus hingga berpuluh atau beratus kilometer. Ia butuh mengistirahatkan mobilnya agar tidak terlalu panas, mengisi kembali bensin, mengisi air agar tidak panas mesinnya. Tidak hanya itu, ia pun harus mengistirahatkan dirinya yang mungkin saja lelah berkendara.
Memaksakan diri untuk terus berjalan bisa saja menjadi pilihan. Rasa kantuk, lelah, mesin mobil yang sudah panas, penumpang yang juga kelelahan, butuh udara segar, terkadang tidak bisa dilawan begitu saja. Mungkin bisa saja, namun resikonya juga lebih besar. Tidak jarang tabrakan diantara mobil karena sang pengemudi lelah atau dilanda kantuk saat berkendara, mesin mobil yang panas akibat tidak diistirahatkan membuat akhirnya mesin menjadi rusak, bahkan ada yang konslet sampai terbakar.
Di alam yang serba relativ dan terbatas ini tidak ada sesuatu pun yang bisa terus melangsungkan perjalanan terus menerus tiada henti menuju tujuan utamanya. Termasuk hidup kita sebagai manusia yang sedang melangsungkan perjalanan dunia untuk tujuan yang kekal abadi, tidak mungkin selamanya terus berjalan tanpa adanya pemberhentian sejenak. Keterbatasan fisik, kelelahan, kejenuhan senantiasa menghampiri. Tidak jarang semuanya itu menemui titik jenuh perjalanan yang kadang membuat keputus asaan menghampiri untuk tidak meneruskan perjalanan. Kembali saja kebelakang atau berputar haluan.
Berhenti sejenak bukan berarti berhenti selama-lamanya. Berhenti sejenak adalah beristirahat, mengambil waktu untuk merelaksasikan diri, menghentikan segalanya untuk disiapkan agar lebih optimal menghadapi perjalanan selanjutnya. Berhenti sejenak juga bukan sekedar berleha-leha. Mengevaluasi diri, mengkontrol kesiapan berjalan kembali, memeriksa segala yang dimiliki, untuk perjalanan yang dilalui agar lebih berhati-hati dan tidak mudah tergelincir hal-hal yang membalikkan tujuan.
Semangat membara dan berkobar-kobar terkadang membuat kita berjalan bahkan berlari dan lupa diri harus berhenti sejenak, bernafas panjang, dan melihat sisi-sisi lain kehidupan. Bukan semata untuk terlena, tapi perjalanan kadang harus dinikmati agar proses mencapai tujuan tidak menjadi beban. Perjalanan panjang akan menjadi beban jikalau kita tidak bisa menikmatinya. Terkadang melihat ke kanan dan kekiri, berhenti untuk memikirkan hal lain bukan semata untuk melupakan tujuan, justru sebagai langkah memikirkan adakah hal-hal di luar yang kita siapkan yang bisa mempengaruhi perjalanan mencapai tujuan.
Berhentilah sejenak, sejauh apapun perjalanan kita.
Leave a Reply