Indonesia adalah salah satu negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia. Menurut data BPS tahun 2016, 85% penduduk Indonesia adalah beragama islam, sedangkan 15% lainnya beragama Kristen, Hindu, dan Budha. Dengan jumlah penduduk tersebut, Indonesia tentunya bisa merepresentasikan kondisi umat islam yang merupakan penduduk mayoritas.
Akan tetapi, banyaknya umat islam yang berada di Indonesia, kenyataannya belum mampu menjadi role model bagi bangsa-bangsa lainnya, khususnya dalam bidang ekonomi. Hal ini, sebagaimana dilansir oleh BPS, angka kemiskinan di Indonesia sebesar 10,7% dari total penduduk Indonesia. Ini setara dengan 27,76 juta jiwa. Sedangkan indeks kemiskinan sebesar 1,94.
Bukan hanya persoalan kemiskinan, permasalahan ekonomi juga identik dengan kemampuan masyarakat memiliki penghasilan sendiri. Namun kenyataannya, masih ada 5,6% penduduk Indonesia mengalami masalah pengangguran. Hal ini setara dengan jumlah 7,03 juta jiwa dari penduduk Indonesia.
Aspek penting dalam ekonomi bangsa adalah adanya kemandirian. Umat islam yang jumlahnya banyak, kenyataannya dalam hal ekonomi masih belum benar-benar berdikari dan juga berdaya bagi bangsa. Artinya, umat islam masih banyak dalam kondisi kemiskinan, bergantung pada bantuan orang lain, bahkan penghasilan yang tetap masih menjadi masalah yang terjadi dan dirasakan.
Hal ini tentu saja menjadi sebuah pertanyaan besar, bukankah Islam agama yang Rahmatan lil Alamin, lantas mengapa umat Islam belum juga keluar dari garis kemiskinan?
Tentu jawabannya ada dari kita sendiri sebagai umat islam bagaimana memaksimalkan potensi dan aturan yang Allah berikan, sebagaimana Allah sampaikan “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (QS Ar-Rad : 11)
Zakat dan Potensinya di Indonesia
Sebagai agama yang universal dan mengatur seluruh sektor kehidupan ummatnya, Islam memiliki aturan berzakat yang diwajibkan bagi seluruh muslim yang mampu. Aturan berzakat bukan hanya sekedar mensucikan harta dan ibadah yang bersifat individual. Lebih jauh dari itu, zakat memiliki dampak sosial kultural yang sangat besar, termasuk dalam menghapuskan kemiskinan dan menjadikan umat islam mandiri secara ekonomi.
Dikutip dari buku Daras Kemiskinan yang ditulis oleh M Sabeth Abilawa dan Amin Sudarsono, Zakat merupakan refleksi telad untuk mensucikan masyarakat dari penyakit kemiskinan, harta benda orang kaya, dan pelanggaran terhadap ajaran-ajaran Islam yang terjadi karena tidak terpenuhinya kebutuhan pokok bagi setiap orang tanpa membedakan suku, ras, dan kelompok.
Zakat juga merupakan komitmen seseorang Muslim dalam bidang sosio-ekonomi yang tidak terhindarkan untuk memenuhi kebutuhan pokok bagi semua orang, tanpa harus meletakkan beban pada kas negara semata, seperti yang dilakukan oleh sistem sosialsime dan negara kesejahteraan moderen.
Hal serupa juga disampaikan oleh Neal Robinson, Guru Besar pada University of Leeds, bahwa zakat mempunyai fungsi sosial ekonomi yang sangat tinggi, dan berhubungan dengan adanya larangan riba, zakat mengarahkan kita untuk tidak menumpuk harta namun merangsang investasi untuk alat produksi atau perdagangan.
Dengan adanya hal tersebut, dalam masyarakat yang menerapkan ajaran islam secara benar tentunya akan terinternalisasi aturan zakat ini. Simpanan emas, perak, serta kekayaan yang tidak produktif cenderung akan berkurang, sehingga meningkatkan investansi dan menimbulkan kemakmuran yang lebih besar. Hal ini karena orang yang kaya berlomba untuk mengeluarkan hartanya agar lebih bermanfaat dan bernilai dihadapan Allah SWT.
Pendapat-pendapat di atas menunjukkan bahwa zakat merupakan harta umat islam, bukan lagi harta personal atau individu, yang keberadannya mampu mengangkat masalah kemiskinan dan menjadikan umat islam lebih berdaya. Seharusnya, dengan keberadaan zakat, umat Islam tak lagi mengalami masalah-masalah ekonomi yang menyengsarakan.
Tentu, jika zakat benar-benar diberdayakan, dampaknya bukan hanya pada satu atau dua orang saja, melainkan pada bangsa. Semakin kuat kemandirian ekonomi ummat islam, maka kekuatan ekonomi bangsa juga akan semakin menguat. Dampaknya bukan hanya kemandirian ekonomi umat islam, melainkan kemandirian ekonomi bangsa Indonesia.
Hasil riset Islamic Development Bank (IDB) pada 2010, menyebutkan bahwa potensi Zakat Indoensia mencapai angka RP100 triliun. Sedangkan, pada tahun 2011 jumlahnya semakin meningkat dengan potensi hingga Rp217 triliun. Artinya, dari tahun ke tahun angka potensi zakat sejatinya akan terus naik. Angka tersebut, tentunya bukan angka kecil, yang jika dioptimalkan sebetulnya akan mampu menurunkan tingkat kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan ummat.
Namun, kenyataannya hingga kini, angka-angka tersebut masih tersendat dan dirasa belum efektif dalam membuat zakat lebih produktif menurunkan tingkat kemiskinan dan membedayakan rakyat miskin.
Model Zakat Produktif, Jalan Keluar Menuju Kemandirian
Pada masyarakat Indonesia tertentu, pendayagunaan zakat terkadang masih terjebak pada cara-cara yang tradisional. Zakat sekedar dibagikan pada asnaf atau penerima zakat, namun setelah dibagikan tidak berefek pada jangka panjang. Artinya, zakat masih bersifat charity atau bantuan sementara. Namun, setelah habis harta atau barang yang dibagikan, makan kondisi mustahik akan kembali pada semula.
Cara seperti ini tentu tidak akan banyak membantu ummat islam keluar menuju jalan kemandirian ekonomi. Bukan menjadikan mereka mandiri, namun akan terus bergantung pada harta zakat. Justru, adanya zakat seharusnya membuat mereka memiliki kemandirian dan keluar dari kemiskinan atau lilitan hutang.
Pemanfaatan dan pendayagunaan zakat tentunya memiliki beberapa macam varian. Hal ini sebagaimana yang disampaikan dalam buku Daras Kemiskinan, di tahun 2016. Pemanfaatan dan pendayagunaan zakat dapat digolongkan menjadi :
- Konsumtif Tradisional, yaitu zakat yang dimanfaatkan dan digunakan langsung oleh mustafik untuk pemenuhan kebutuhannya
- Konsumtif Kreatif, zakat yang diwujudkan dalam bentuk seperti beasiswa atau bantuan pendidikan
- Produktif Tradisional, yaitu zakat yang diberikan dalam bentuk barang yang produktif. Misalnya saja hewan ternak atau mesin produksi
- Produktif Kreatif, pendayagunaan zakat yang diwujudkan dalam bentuk modal bergulir bagi pedagang sebagai modal berwirausaha.
Jika dilihat dari 4 jenis penggolongan tersebut, kita bisa mencermati bahwa untuk jangka panjang, penyelesaian masalah kemiskinan dan kemandirian ekonomi tentunya model Zakat Produktif adalah model zakat yang sangat tepat untuk digunakan. Model zakat produktif memegang prinsip “Berikan kailnya, bukan ikannya”. Artinya mereka para mustahik diberikan kesempatan, modal agar apa yang diberikan dapat berkembang, bukan stagnan dan kembali pada kondisi semula sebagaimana hanya memberi ikan namun tidak diberikan keahlian memancing, dan modal untuk memancing ikan.
Pemberian hewan ternak, mesin produksi tentu bisa dilakukan untuk memberikan lahan pekerjaan dan modal agar mustahik dapat memberdayakannya dan menjadikan sebagai penghasilan. Tentu saja dengan syarat, mereka memiliki kemampuan atau keahlian dalam menggunakannya. Jika tidak, maka pemberi zakat atau lembaga zakat harus memberikannya keahlian atau kemampuan, karena jika tidak tentu menjadi sia-sia.
Hal serupa juga pada Zakat dengan model produktif kreatif. Zakat dengan model ini, bisa saja membantu meningkatkan jumlah wirausaha di Indonesia yang masih di angka 3,1% (tahun 2017). Padahal, pengusaha atau wirausaha adalah salah satu jalan untuk menjadikan masyarakat lebih produktif, berdaya, dan mandiri. Mereka tidak akan bergantung pada pemberian atau pekerjaan tertentu yang mungkin hasilnya tidak menentu dan stagnan.
Pemberian modal bergulir, pinjaman lunak, atau modal berwirausaha tentunya harus diiringi dengan kemampuan mereka berwirausaha. Tentu modal materil saja tidak cukup, harus disertai mental dan moral melalui pelatihan atau pendidikan.
Model zakat seperti ini cocok untuk diterapkan dalam membangun kemandirian dan memiliki tingkat suistanable yang tinggi. Mustahik tidak hanya diberikan bantuan pada hari itu saja, melainkan dalam bentuk yang lebih jangka panjang namun lebih menghasilkan. Potensi mengeluarkan dari garis-garis kemiskinan tentu saja lebih tinggi. Dengan model seperti ini juga, sangat memungkinkan mustahik yang awalnya hanya menerima zakat kemudian berubah statusnya menjadi muzzaki (pemberi zakat) setelah meningkat perekonomiannya.
Indonesia Berzakat, Model Zakat Produktif Kreatif
Mengoptimalkan dan mendayagunakan zakat tentunya adalah tanggung jawab umat islam sendiri. Zakat adalah untuk ummat islam dan dikelola juga oleh ummat islam. Bentuk pengelolaan zakat yang profesional dan terorganisir tentu saja sangat dibutuhkan. Untuk itu organisasi islam atau lembaga islam membutuhkan hal ini untuk menjadikan zakat lebih produktif.
Syarikat Islam (SI) adalah salah satu organisasi kemasyrakatan tertua di Indonesia yang berdiri sejak tahun 1905. Organisasi ini adalah organisasi yang ikut meletakkan pondasi islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Syarikat Islam akan kembali berperan di tengah kehidupan masyarakat dengan fokus pada bidang pendidikan dan penguatan ekonomi umat. Dengan ekonomi yang kuat, umat islam akan mandiri dan berdaya. Selain itu, SI juga mendeklarasikan dirinya bahwa tidak akan menjadi partai politik, dan tidak ikut dalam politik praktis.
Tentunya hal ini sangat dibutuhkan oleh lembaga islam yang hendak mengelola zakat dan menjadikannya sebagai kekuatan baru di tengah-tengah umat islam. Komitmen seperti ini menunjukkan bahwa lembaga atau organisasi benar-benar fokus pada persoalan mendasar umat, bukan terjebak pada kepentingan politik yang terkadang sangat rentan dengan kepentingan personal atau kelompok tertentu saja.
Syarikat Islam yang diketuai oleh Hamdan Zoelfa ini, akan banyak berfokus pada kebangkitan dakwah ekonomi yang menurutnya jarang disentuh oleh ormas manapun. Padahal kita ketahui bahwa bidang tersebut di hari ini begitu dibutuhkan dan sangat penting untuk diselesaikan. Artinya, antara dakwah dan pembangunan ekonomi adalah suatu hal yang tidak dipisahkan. Masyarakat akan minim religiusitas jika tanpa ada dakwah, dan akan menjadi miskin jika tanpa ada kemandirian ekonomi.
Hal ini juga selaras dengan berdirinya Syarikat Islam dulu pertama kali. Organisasi ini besar sebagai organisasi yang bergerak dalam hal perdagangan dan ekonomi, dan kemudian membesar hingga menjadi organisasi islam besar di Indonesia oleh tangan HOS Tjokroaminoto.
Menyelesaikan masalah tersebut, Syarikat Islam juga membuat platform berzakat dan berdonasi untuk program-program yang berorientasi pada keummatan. Platform yang bernama Indonesia Berzakat ini harapannya menjadi corong utama ummat islam untuk mengoptimalisasikan dana zakat agar lebih produktif dan memiliki dampak besar di masyarakat. Program-program yang ada tentunya berorientasi pada zakat produktif dan membantu membawa mustahik menjadi lebih mandiri

Di dalam platform Indonesia Berzakat terdapat banyak campaign dan program-program yang diadakan untuk membantu dan mengeluarkan mustahik dari berbagai masalah ekonomi, pendidikan, sosial, dan dakwah dengan dibalut nilai keislaman yang kental. Program ekonomi yang mengentas kemiskinan dan juga memberikan “kail” pada mustahik adalah program utama yang hendak dijalankan. Salah satunya adalah melalui program memberikan sepeda dan kursi roda pada mereka yang berkebutuhan khusus.

Selain itu, program yang cukup menarik adalah bantuan bagi para tuna netra dengan membukakan posko atau tenda khusus untuk pijat. Dengan adanya posko ini mereka sangat terbantu untuk mencari pekerjaan di tengah keterbatasan mereka, namun tetap mampu mengeluarkan kemampuan dan berkarya dengan sebaik-baiknya melalui jasa pijat. Artinya, orang-orang dengan keterbatasan diri, tetap mampu berdaya dan tidak bergantung pada pemberian orang lain.
Dana zakat yang dioptimalkan untuk program seperti ini tentunya mendorong para penerima manfaat atau mustahik lebih produktif dan tidak bergantung hanya pada bantuan orang lain saja. Mereka tetap dapat bekerja, menghasilkan uang untuk hidupnya, tanpa harus bergantung atau meminta-minta pada orang lain. Bukan saja menjadikan mereka berkarya produktif, tetapi dengan zakat yang digunakan kita bisa lebih memanusiakan mereka.

Dalam platform Indonesia Berzakat, kesempatan untuk berzakat atau berdonasi sangat dibuka luas bagi siapapun. Artinya semua muslim di Indonesia bisa bergabung dan menyukseskan kampanye yang telah dibuat untuk program dapat dijalankan. Jika muslim di Indonesia bisa memberikan banyak dana atau harta yang dimilikinya untuk program produktif seperti ini, menjadi suatu keniscayaan kemandirian dan pemberdayaan mereka yang membutuhkan akan bisa terselesaikan sedikit demi sedikit.


Dengan adanya program-program zakat produktif seperti ini, harapannya menjadi sebuah awalan untuk mengurangi tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran di Indonesia yang mayoritas masyarakatnya muslim ini. Tentu saja dibutuhkan terus program-program yang inovatif dan lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat luas.
Selain itu, hal ini juga menunjukkan bahwa agama Islam, sebetulnya tidak bergantung kepada kebijakan pemerintah ataupun kepentingan politik tertentu. Pengelolaan zakat tidak harus dikelola oleh pemerintah. Pengumpulan zakat, adanya lembaga zakat dan juga organisasi islam tentu bisa berjalan tanpa harus bergantung kepada politik atau rezim pemerintahan. Zakat dan dana umat islam terdapat pada ummat islam itu sendiri.
Untuk itu, zakat produktif adalah salah satu jalan untuk memberantas kemiskinan dan menuju jalan kemandirian. Kemandirian kuncinya terletak pada pemberdayaan. Mereka yang tak mampu diberikan lahan, dan diberikan kesempatan untuk berkarya, diberikan keahlian, sehingga mereka dapat menghasilkan sumber daya sendiri dan tidak bergantung hanya kepada pemberian orang lain.
Kini eranya zakat untuk pemberdayaan, agar ummat Islam semakin mandiri dan keluar dari garis-garis kemiskinan. Tentunya kemandirian merupakan awal dari kebangkitan umat Islam di dunia.
Idenya menarik nih. Aku setuju untuk penerima zakat yang masih dalam usia produktif ya diberi zakat produktif. Kalau lansia ya diberi untuk konsumtif
Ulasannya konstruktif & mencerahkan mba..setuju,memang Sudah saatnya lembaga-lembaga zakat mengoptimalkan zakat produktif masyarakat.potensinya besar utk pemberdayaan umat
Ulasannya konstruktif & mencerahkan mba..setuju,memang Sudah saatnya lembaga-lembaga zakat mengoptimalkan zakat produktif masyarakat.potensinya besar utk pemberdayaan umat