Istilah influencer sudah saya kenal jauh sebelum social media bermunculan dan benar-benar hits seperti sekarang. Waktu itu di kelas perkuliahan, saat mempelajari tentang komunikasi persuasif, saya pun memahami bahwa ada orang-orang yang mampu memberikan pengaruhnya dengan sumber daya yang dimiliki. Entah karena faktor jabatan yang dimilikinya, kekayaan, skill yang dimilikinya, cara bicaranya yang enak, kharismanya, atau mungkin fisik yang menarik.
Dengan berbagai kelebihan itulah mereka menjadi sorotan, menjadi panutan, dan bahkan menjadi teladan. Apa yang dilakukannya, dibicarakannya, atau diamnya sekalipun bisa membuat orang lain juga ikut melakukan atau ikut tergerak.
Sejak social media semakin hype, istilah influencer pun semakin bermunculan. Mereka adalah yang disebut memiliki pengaruh di social media, salah satunya terlihat dari jumlah followers yang banyak. Indikator lainnya adalah bisa dilihat dari seberapa banyak likes dan comment yang muncul dalam postingan si influencer tersebut. Indikator ini juga yang digunakan oleh brand, agensi, atau pihak-pihak terkait lainnya untuk mengukur kinerja si influencer ini. Biasanya, semakin banyak likes dan comment, maka ratingnya semakin bagus. Untuk itu ada ukuran Engagement Rate, untuk mengukur sejauh apa interaksi influencer dengan followersnya.
Sebagai orang yang juga bergelut di dunia digital, saya pun gak asing dengan influencer bahkan sangat sering berinteraksi dengan mereka yang sering kali disebut influencer ini. Karena untuk kebutuhan marketing dan content, saya pun juga sering mencari-cari mana influencer yang cocok diajak bekerjasama dan membawa nama baik brand.
Fenomena menarik adalah ketika menemukan akun dengan followers yang berpuluh ribu, bahkan ada yang hampir ratusan ribu, tapi saya tidak menemukan ada banyak comment atau bahkan likes yang tidak sebanding dengan followersnya. Secara subjektif, kadang saya juga menilai, dimana letak keunikan atau keunggulan dari postingan tersebut? Atau dari postingan yang di bagikan di social media mereka, saya tidak tahu dimana letak kelebihannya (yang bagian ini, mohon maaf kalau sedikit nyinyir).
Tapi di sisi lain, saya juga pernah menemui ada akun dari seseorang yang followersnya belum mencapai angka 10K (belum bisa swipe-up dong), tapi ketika melihat content yang dibuatnya, saya bisa menikmati dan mendapatkan manfaat. Sebut saja akun @haloterong milik Nahla. Post-nya juga ramai dengan interaksi bersama followers. Bahkan sepertinya lebih banyak didominasi interaksi dengan orang-orang yang memang dekat dengannya secara keseharian. Walaupun tidak kenal tapi saya banyak menikmati karya-karya yang dibuatnya, pemikiran yang disampaikannya, dan termasuk cara dia bertutur.
Saya tidak tahu bagaimana pendapat yang lain. Tapi jika saya sebagai pihak brand, saya lebih tertarik dengan akun seperti ini yang contentnya kuat dan sangat berpotensi untuk menginfluence orang lain walaupun secara followers nggak sampai berpuluh ribu. Bisa saja, memang dia kuat di segmennya, di lingkarannya dia lebih diterima secara kuat.
Dari hal ini, saya jadi semakin sadar bahwa dunia social media ini memang dunia maya. Dunia yang semu dan belum tentu sesuai dengan kondisi real dalam kehidupan nyata. Kalaupun memang punya banyak followers di social media dengan jumlah yang banyak, apa benar kita juga memiliki pertemanan sebanyak itu di dunia real? Apakah benar dalam realitanya, kita bisa benar-benar menginfluence orang banyak dengan apa yang disampaikan dan dilakukan?
Kalau ada akun instagram atau social media lainnya, dengan follower banyak menurut opini saya, belum tentu mereka akan otomatis menjadi influencer. Mungkin orang yang beken atau terkenal di jagat pertemanan instagram iya. Tapi kalau sampai mempengaruhi bahkan membuat banyak orang terpinspirasi, belum tentu. Untuk kebutuhan iklan agar menjangkau lebih banyak audience sebagai bentuk awareness bisa saja dilakukan.
Seseorang yang disebut influencer di dunia nyata, mereka punya sumber daya yang jadi modal atau kekuatan mereka. Hal itu yang membuat orang menjadi pengikut dan terpengaruh dengan apa yang disampaikannya. Jika akun instagram dengan followers puluhan ribu, tapi tidak bisa melakukan hal tersebut, sepertinya kita harus meninjau lebih lanjut lagi karena menjadi influencer tentunya tidak semudah itu.
Saya jadi teringat dengan apa yang disampaikan oleh Jonathan End lewat podcast Inspigo. Kalau memang kita berniat untuk bermain di dunia digital dan social media, fokus saja pada content. Buatlah content yang bagus dan membuat orang lain merasakan manfaatnya. Kalau itu bertema hiburan, ya buatlah orang lain lebih bahagia dengan content tersebut. Kalau itu bertema informasi, buatlah orang lebih banyak tahu dengan content yang kita sebar. Urusan matrix hasil, bisa menjadi viral atau dianggap sebagai influencer, tergantung content yang kita kirim untuk audience. Jadi konsisten saja dengan apa yang kita miliki, value, dan skill yang kita punya.
Any Opinion? Share di kolom komentar ya, untuk opini saya kali ini.
Valka Kurniadi says
Setuju banget mbak. Idealnya sih semakin banyak followers, semakin besar peluang ia bisa mempengaruhi orang lain. Tapi kenyataannya enggak gitu.
Selain itu, bukan rahasia lagi sih mbak kalau ada pegiat sosmed yang beli followers. Makanya meskipun followersnya banyak, kita bisa lihat kalau kalau antara interaksi dan followersnya jomplang banget. Enggak semua sih, tapi itu bukan hal yang asing pula.
Lagi-lagi balik lagi ke konten ya mbak. Sekuat dan semenarik apa konten tersebut dibuat, maka sebesar itu pulalah peluang seseorang mempengaruhi orang lain.
sabda awal says
nah kalau influencer ini kan ada kategorinya mbak, pengikut <1k biasanya untuk action, saya lupa sih, kalau oengikut yang udah 1jt biasanya cuma untuk awarness aja ke followernya.
Nah, adapun untuk ngecek keterlibatan follower bisa pakai calculator engagement, di google banyak mbak, ini salah satu indikator untuk menyewa jasa influencer
Rumi says
Sepakat sih, yang paling penting konten dan konsistensi dalam “melahirkan karya” yang bermanfaat, audience bakalan ngiring kok.
Sarahjalan_ says
Seperti yang mbak bilang bahwa mungkin followernya gak banyak namun content nya , like dan interaksinya bagus dengan pengunjung itu memang lebih real…namun mungkin tuntutan dari agensi yg syarat utamanya foll yg buanyaak akhirnya…ya itu…jadi kurang seimbang antara follower dengan like dan koment nya…
Fadli Hafizulhaq says
Saya setuju kalau konten itu memang penting. Tapi mungkin bisa dikembalikan ke niatan kita bikin konten, kalau saya sih bikin saja sesuatu yang bermanfaat mau banyak interaksi atau tidak. Popularitas di dunia maya itu sama mayanya dengan dunianya, hehe
Bahkan ada orang yang demi punya banyak followers, rela beli-beli. Tapi itu ya tergantung masing-masing ya, saya tidak bisa lebih banyak mengomentari.
Vivi says
Syukurlah, kalo para pencari influencer skrg tak hanya melirik yg follower banyak.
Karena bisa aja followernya adalah follower bodrex hejehehhe
Untuk org yg kek saya ni, follower pas2an tp sebahagian besar adalah orang yg dikenal. Gak mau asal approve follower, dan gak mau asal follow akun twrtentu.
Tp saya juga ndak suka kunci2 akun…
Maapkan saya jadi curcol hiks
Dyah Ummu AuRa says
Sebenernya sekarang untuk bisa dapat follower banyak mudah saja jika itu gak organik tapi ya itu keliatan intensitas di like dan komennya. Sekarang tergantung niat juga ya mbak. Ada yang bukan karena ingin jadi influencer tapi ke yang lain.
Rulogi says
Betul, influencer tidak dilihat dari seberapa banyak followers dia. Sesuai namanya, influence, berarti siapa yang mampu memberikan pengaruh positif bagi yang berinteraksi dengan dia bisa disebut sebagai influencer.
Erfano says
Setuju. Saya punya teman yang followenya sudah puluhan ribu. tapi dia belum jadi influencer karena kontennya masih seputar dia dan belum terlalu bermakna.
Tapi banyak teman yang punya follower ribuan tapi sudah jadi influencer dan konten konten yang diunggah punya manfaat.
tapi banyaknya follower tidak lantas keren sih. Kalau aku lihat patokan like dan interaksi. Soalnya ada yang follower di atas 6000 tapi yang ngelike cuma 16 orang, 17. kan sedikit banget he..he…
Devi says
Fokus ke content ya mbak. Jika content kita positif dan menjadi inspirasi banyak orang, maka secara nggak langsung kita udah jadi influencer.
Heniajaa says
Iya ya mba.
Kdng sy jg suka liat medsos orang lain ky ig itu.. Kepoo followers ampe puluhan ribu.. Tp ga ada yg menarik ato spesial gt… Sekedar foto tanpa makna ciee bhs sy ketinggian.. Ga ada jg konten yg menarik… Tp yg biasa” aja followersnya justru menarik konten”nya..ya emg ga semua alias disamaratakan… Udh pusing x mba mo eksis di dunia maya yg terlihat serba gemerlap…
Shisca Elliza says
Aku setuju banget sama tulisan mba Annisa. Dan aq pun lebih suka liat content bagus,baru tergerak tuk follow.
Mugniar says
Seharusnya jumlah follower tak menjadikan seseorang itu influencer. Namun sayangnya di sisi lain, ABG labil mudah sekali terpengaruh denganjumlah follower yang kesannya identik dengan’mampu mempengaruhi
Sapti nurul hidayati says
Setuju, apalagi follower juga dapat dicari. Saya sendiri lebih nyaman disebut blogger daripada influencer. Karena saya kurang bisa membuat konten menarik di ig.. Hihi..
Selvijua says
Yah begitulah dunia maya, mau followers banyak atau ga, kembali lagi sama yang punya akun dia memanfaatkannya gimana, ga ngoyo juga sih harus banyak like atau komnetar.
Bambang Irwanto says
Menarik sekali ulasannya, Mbak Annisa. Makanya saya sering heran, followersnya banyak, tapi kok postingan hanya 10 biji? Bahkan ada yang 4 postingan hehehe.
Dan saya saat ini masih belajar juga. Makanya sering kepoin akun bagus. Nanti saya juga akan mampir ke haloterong itu Mbak
Nurhilmiyah says
Setuju, utamakan kualitas konten ya. Followers kan juga bukan org bodoh yg auto-like or auto-comment setiap yg di-post influencer. Ada critical thinking jg. Nice share, Sis. Tq
April Hamsa says
Setuju banget mbak, emang melelahkan kalau liatin follower haha. Aku malah sebenarnya gak terlalu sreg kalau dapat kerjaan posting IG aja, lbh sreg dapat pekerjaan ngeblog krn lbh suka disebut blogger ketimbang instagrammer haha.
Nanti akan tiba masanya aku tdk aktif di Ig dan ku sedang menunggu masa itu #curcol wkwkwk
Tentang konten bener banget, konten2 itu akan menemukan penggemarnya sendiri, dan terus terang kalau aku pribadi msh blm konsisten ngisi medsosku kyk apa 🙁
Pringadi says
Pertama, mungkin dia beli. Kedua, memang banyak sider. Tapi bisa juga influence itu nggak statis. Awalnya mungkin banyak, tapi dia ga maintenance kedekatan dg followersnya jadi turun deh.
Pring says
Pertama, mungkin dia beli. Kedua, memang banyak sider. Tapi bisa juga influence itu nggak statis. Awalnya mungkin banyak, tapi dia ga maintenance kedekatan dg followersnya jadi turun deh.
lance rosa says
bener yang kakak bilang kalau konsistensi itu paling pentingg. karena di lapangan aku bertemu semua org sukses itu krn kekonsistenannya terhadap sesuatu. unggul tak kan berarti tanpa konsistensi.
Rachmanita says
Helloterong ini temen akuh.. Hehehe.. Emang dia cantik dan keren emang ignya… Envy banget…. Dan skrng banyak bgt yg beli followers wkwkkwkw
Hida says
Kalo aku seh lebih ke membuat konten yac. Konten yang bermanfaat walau followers ga banyak. Tapi semua itu mah tergantung dari si pemilik akun mau di bawa kemana sosmednya.
Aini says
Setuju deh sama mbak nisa. Banyak pihak brand yang mengandalkan followers untuk menjadi persyaratan awal, padahal belum tentu real juga. Tapi balik lagi dengan keyakinan ku bahwa setiap orang sudah memiliki rejeki masing-masing. Kalau bukan dari pintu media sosial mungkin dari pintu yang lain. Hehe
windhu says
Menaikkan follower terus dan terus, itu yang biasanya dilakukan oleh seseorang agar bisa menjadi seorang influencer. Semua tetap balik lagi ke konten.Fokus pada content. Jadi, kuncinya memang buat konten yang bagus dan membuat orang lain merasakan manfaatnya. @haloterong yang musik gram itu ya, kak? Dengan jumlah follower sekitar 5000, rata-rata like-nya berkisar 100-200 an untuk foto swipe, kalau video IG cukup besar bisa 1000-1500 tayang,
Nanie says
Nah pertanyaan pentingnya di sini :
Apakah benar dalam realitanya, kita bisa benar-benar menginfluence orang banyak dengan apa yang disampaikan dan dilakukan?
Ga jugaa ternyata ya. Semakin banyak membaca tentang influencer ini, Saya jadi Makin paham bahwa ga semudah itu menanamkan pengaruh pada orang lain
Ilham Sadli says
entah kenapa bicara soal followers aku selalu teringat seseorang yang dituduh beli follower karena followersnya lagi banyak memang.
tapi ofter all, banyak follower tentu tanggung jawab makin besar. Karena salah mengajak bisa saja ada follower yang kemudian melaukan kesalahan karena ajakan kita
Qoty Intan Zulnida says
Setuju mbak. Urusan memanage konten medsos ini memang gak bisa dianggap enteng. Karena memang yaaa susah-susah gampang lah. Hehee
Kurnia amelia says
Alhamdulillah ada orang yang mewakili suara hati saya haha. Jujur saja saya beberapa kali bekerjasama dengan influencer yang 10 K keatas bahkan ratusan ribu namun herannya jumlah like atau komen itu jauh sekali dari jumlah followersnya nah untuk mengatasi itu biasanya saya cek ERnya dan asli atau palsu followersnya baru rekomendasikan ke klien.