Sedikit yang saya bisa ambil tentang pelajaran dan hikmah corona yang akhir-akhir ini mewabah di Indonesia. Selalu ada pelajaran dan hikmah dari setiap peristiwa. Semoga kita bisa memetik dan mengumpulkan kepingan-kepingannya.
Tahun 2020, dari mulai Januari hingga sekarang telah memasuki April ada banyak hal yang terjadi di Indonesia, khususnya di Jakarta. Mulai dari banjir yang selalu melanda di kala hujan lebat sampai kini wabah corona yang juga meluas ke berbagai provinsi. Walaupun rumah dan wilayah saya gak kena banjir, tapi tetep deg-degan dan khawatir. Sekarang, agak deg-degan karena domisili saya di Jakarta, sebagai epicentrum corona di Indonesia.
Tapi, namanya hidup, mau gak mau semua harus dilewati dengan positif dan optimis. Khawatir, iya. Takut, sering. Was-was, pasti. Tapi ya kalau gak dijalani dengan semangat, malah akhirnya kondisi tambah buruk. Makanya, sering banget akhir-akhir ini cari berbagai motivasi dan inspirasi gimana caranya supaya tetap semangat, optimis, dan positif tanpa harus meninggalkan rasa empati dan peduli untuk sesama. Gimana caranya tetap update persoalan corona di Indonesia, yang tujuannya bukan untuk menyakiti diri sendiri dan jadi stress, tapi bisa mendudukan setiap berita atau informasi yang masuk ke dalam pikiran dan perasaan kita.
Well, dari situasi wabah corona ini saya belajar banyak hal. Rasanya, kalau kita ambil dari sudut pandang buruk-buruknya aja, jelas banyak lah ya! Hahaha. Tapi, sebenarnya pasti selalu ada hikmah dan pelajaran dari setiap peristiwa kehidupan kita. Sayang banget kalau gak kita ambil kepingan-kepingan hikmah tersebut. Untuk itu, saya ingin mencoba mengambil beberapa pelajaran atau hikmah dari waktu 3 minggu wabah corona ini ada di Indonesia.
1. Belajar Mindful Living
Di situasi sekarang, rasa-rasanya mindful living bener-bener dibutuhkan. Bagaimana caranya tetap tenang, netral menghadapi berbagai masalah yang tidak pasti. Kadang bawaanya emosi, ingin marah-marah, ingin melampiaskan pada hal-hal lain. Tapi saya ingat, tentang mindfulness yang sempat saya pelajari juga sebelumnya dan saya ikuti informasi tentang hal tersebut, dari Mas Adjie Santoso.
Dengan mindful, kita lebih sadar akan kondisi diri sendiri. Kita juga coba memahami satu persatu masalah yang kita hadapi tanpa tergesa-gesa, bahkan bisa menikmati seluruhnya walaupun dalam kondisi yang tidak menenangkan seperti ini.
Saya coba terapkan mindful ini saat suami saya sempat terkena status sebagai Pasien dalam Pengawasan Corona. Situasi sekitar saya memicu untuk panik, untuk emosi, dan untuk konflik dengan orang lain. Tapi saat itu saya coba terapkan mindful, efeknya luar biasa. Saya lebih bisa tenang, tidak bertengkar dengan dokter atau perawat saat itu yang memicu emosi, dan sampai akhirnya suami saya kurang dari 2 hari pun kembali ke rumah.
Begitupun saat akan berbelanja. Kepanikan dan ketidaksadaran diri, kadang membuat orang akhirnya panic buying. Misalnya saja sampai beli jahe berkilo-kilo untuk stock, membeli hand sanitizer dan masker untuk ditimbun diri sendiri. Sebenarnya kalau disadari, buat apa hal itu dilakukan? Toh sebenarnya kita hanya butuh beberapanya saja.
Untuk itulah, saya bersyukur di situasi saat ini saya masih bisa belajar untuk mindful. Walaupun susah, tapi tentunya ini adalah langkah kita untuk semakin mempermudah hidup.
2. Belajar Lebih Empati dan Peduli
Akhir-akhir ini, sepertinya perasaan selalu lebih mudah hanyut dan tersentuh. Apalagi saat tahu bahwa ada banyak orang-orang yang kesulitan karena wabah ini terjadi. Entah mereka yang kehilangan pekerjaannya, tidak ada penghasilan, harus tutup jualannya karena isolasi wilayah, dan lain sebagainya.
Di sisi lain saya masih sangat bersyukur. Saya dan suami masih punya penghasilan, bisa bekerja dari rumah, tidak repot memikirkan besok bisa makan atau tidak, dan tentunya bisa tidur nyenyak di rumah. Tentu kondisi yang sangat harus saya syukuri.
Bentuk syukur tersebut menggerakkan hati untuk bisa lebih peduli dan berbagi pada orang lain. Bulan-bulan lain mungkin hanya kewajiban berzakat yang saya lakukan, dan sedekah belum begitu banyak dilakukan. Di situasi ini, seperti ada teguran Tuhan untuk lebih banyak sedekah. Menyisihkan sebagian rezeki, walaupun saya tahu tidak banyak yang saya miliki. Tapi rasanya, kalau hidup sederhana, secukupnya, pasti kita masih bisa untuk berbagi.
Selain itu, negara juga tentu kesulitan kalau menyelesaikan masalah ini sendiri. Perlu banyak dukungan dan bantuan dari masyarakat juga, dari lembaga sosial, dan gerakan kebaikan lainnya. Dari situ saya merasa ini juga ujian bagi kita, apakah kita mau untuk menolong sesama, atau hanya sibuk dengan diri sendiri saja.
3. Working from Home dan Mengatur Segala Dinamikanya
Sebelum darurat corona di Indonesia, seharusnya saya sudah berada di berbagai kota untuk mengelola beberapa event dan memantau cabang kantor di beberapa daerah. Harusnya saya udah terbang kesana kemari. Saya pun sudah memesan tiket pesawat dan tiket kereta. Tapi sayangnya harus batal, karena situasi ini. Dan sekarang, harus banyak ada di rumah.
Working from Home bagi saya yang setiap hari kerja kantoran, ada enak dan tidaknya. Enaknya saya bisa jadi lebih banyak waktu untuk bekerja, tanpa harus menjalani pulang pergi kantor-rumah, waktu bisa lebih flexibel, dan tentunya bisa bebas gak ribet dandan kalau kayak ke kantor. Hehehe.
Tapi gak enaknya adalah, interaksi jadi terbatas. Biasanya di kantor bisa ngobrol ngalor ngidul soal kerjaan dan lain-lain, bebas tanpa ada batas ruang. Bahkan sambil sharing makanan, ngobrol di luar kantor, dsb. Sekarang, mau ngobrol kalau gak via chat lewat video call. Belum kalau keingetan sama paket data yang juga cepet habis.
Di sisi lain, working from home dengan pekerjaan saya saat ini, ternyata juga tetap melelahkan. Harus standby handphone 24 jam dan harus siap setiap saat kalau ada kebutuhan kantor, dimana kantor saya adalah NGO yang sangat terlibat aktif untuk wabah corona ini. Dan di saat ini, saya juga mendapat amanah baru untuk menjadi leader di team. Baru belajar jadi leader, dan harus ngelola tim yang kerja remote. Yah, situasi yang benar-benar menantang tapi penuh pembelajaran.
Tapi saya menikmatinya. Menikmati kerja di rumah di saat situasi seperti ini. Dan tentunya bersyukur.
4. Belajar Tentang Finansial dan Arti Penting Dana Darurat
Di masa pandemi ini, banyak sekali pengeluaran yang kadang tidak terduga. Di luar dari pengeluaran biasanya, mau tidak mau pasti harus ada dana darurat. Selama ini, saya bukan tergolong yang memprioritaskan dana darurat. Setahun belakangan, lebih rajin untuk menabung investasi.
Setelah pandemi, baru terasa bahwa dana darurat sangat penting. Banyak juga kasus dimana orang-orang yang harus berhenti dari pekerjaannya karena perusahaan yang tidak mampu membayar. Tentu jika tidak punya dana cadangan, bisa terbayang apa yang akan terjadi.
Untuk itu, di masa-masa ini, saya belajar banyak lagi soal finansial. Bagaimana mengatur cashflow, mengatur prioritas, dan tentunya tetap menyimpan dana darurat untuk ke depan. Siapa yang tahu kan, apa yang akan terjadi di masa depan?
5. Belajar Hidup diantara Ketidakpastian
Tidak ada yang pernah tahu jawaban kapan pandemi ini akan berakhir. Sejujurnya, sebagai orang yang sangat awam tentang dunia kesehatan dan segala macam pengetahuaannya, hal ini tidak pernah bisa saya jawab. Membaca analisis dari orang pun, ternyata tidak pernah ada yang pasti.
Di sini saya belajar tentang bagaimana menerima hidup dalam ketidakpastian. Sebenarnya memang selama ini tidak pernah ada yang menjamin hidup kita selalu pasti, karena hidup ini dinamis dan banyak variabel-variabel yang tidak bisa kita kendalikan. Bencana alam, wabah, peraturan pemerintah, kehendak orang lain, dsb.
Sebagai orang yang selama ini berusaha well planed, tentu berat. Tapi tentunya hal ini berusaha saya jalani dengan baik. Tetap terencana namun selalu menerima segala perubahan.
Itu yang saya alami dan bisa ambil hikmah dari pandemi corona saat ini. Semoga kalian juga bisa mengambil hikmahnya ya!
Leave a Reply