Ada satu framework marketing yang selalu saya pakai sebagai acuan dalam membuat strategi dan juga selalu saya ajarkan di berbagai kelas atau training, yaitu Awareness – Engagement/Consideration – Conversion. Sebetulnya ada satu tahap lagi yang perlu ditambahkan, yaitu tentang loyalty.
Konsep ini menjelaskan bahwa untuk mencapai tahap conversion, orang harus melewati beberapa fase. Mulai dari aware terhadap brand, kemudian terbangun interaksi antara brand dan audiens, baru setelah itu, jika sudah tertarik, biasanya mereka akan mempertimbangkan brand tersebut dan akhirnya membeli atau menggunakan produk.
Kenapa disebut funnel? Karena semakin ke bawah, audiens atau customer akan semakin tereliminasi. Tidak mungkin dari 100% orang yang aware dengan brand, 100% nya juga akan convert.
Ini mirip dengan kehidupan kita. Relasi yang kita bangun dengan banyak orang juga mengikuti konsep ini. 100% orang yang mengenal kita, belum tentu semuanya akan berinteraksi. Dari yang berinteraksi, tidak semuanya akan benar-benar jadi teman yang ada untuk kita, baik saat susah maupun senang. Bahkan kalau ada yang dekat, mungkin hanya segelintir yang mau benar-benar loyal.
Sebagai seseorang yang sangat tertarik dengan konsep-konsep marketing, saya tahu bahwa penurunan di setiap level itu membutuhkan effort yang besar. Membuat orang yang aware jadi mau engage, itu butuh usaha tersendiri. Membuat orang yang engage jadi convert dan loyal juga butuh strategi yang tepat dan jangka panjang.
Semakin berumur, saya semakin sadar bahwa kadang usaha yang saya lakukan nggak selalu membuahkan hasil yang diinginkan. Saya adalah orang yang senang memelihara hubungan, dengan catatan hanya kepada orang-orang tertentu yang bisa memberi timbal balik yang positif untuk saya. Tentu rasanya nggak enak “excited sendirian”, merasa jadi satu-satunya yang merawat relasi pertemanan, atau merasa hubungan yang kita bangun hanya satu arah. Konsep funnel ini mengajarkan bahwa memang dalam hidup, nggak semua orang yang kita kenal akan jadi seseorang yang berarti dalam hidup kita. Effort yang kita lakukan harus benar-benar kita ukur kembali, apakah layak untuk dilanjutkan atau dipertahankan.
Tidak semua orang layak bertahan di hidup kita. Hanya mereka yang benar-benar memberikan timbal balik, terutama secara emosional, yang bisa kita anggap sebagai “seseorang yang berarti”.
Namun, saya selalu memegang prinsip tentang silaturahmi. Dalam Islam, konsep silaturahmi ini mengajarkan bagaimana menjaga hubungan baik dan ketulusan. Kalau dalam funnel, mungkin ini ada di tahap “engagement”. Silaturahmi memang harus dipertahankan tanpa pandang bulu, apalagi sesama Muslim. Tapi itu bukan berarti kita harus menjaga hubungan dengan semua orang, termasuk yang “khusus”. Menurut saya, orang-orang spesial adalah mereka yang bisa memberikan timbal balik, apalagi secara emosional.
Beruntunglah jika kita menemukan orang-orang yang siap membantu kita, meskipun mereka nggak punya hubungan struktural atau tanggung jawab apa pun dengan kita. Di level ini, hubungan sudah bukan lagi sekedar menjaga interaksi, tapi lebih kepada bagaimana mereka mendukung dan membantu kita untuk menjadi lebih baik. Walaupun bukan buat semua orang.
Leave a Reply