Bertahun tahun aku belajar tentang Islam dari berbagai sumber. Ada satu konsep yang melekat kuat dalam benakku tentang takdir. Satu konsep yang aku yakini kuat saat ini adalah bahwa nasib hidup kita ditentukan oleh kita sendiri namun tentu saja dengan kekuasaan Allah yang bisa mencampuri langsung urusan hidup kita tanpa kita ketahui. Konsep ini juga bilang bahwa nasib ga sama dengan takdir. Allah tidak mentakdirkan hidup kita, melainkan manusia yang memilih sendiri jalannya karena Allah menganugerahi manusia dengan freewill atau kehendak bebas. Salah satu konsekwensi konsep ini membuat kita sebagai manusia harus benar-benar berpikir memilih jalan karena ada surga dan neraka, pahala dan dosa, dan segala konsekwensi dunia akhirat.
Pandangan belasan tahun ini, membuat hidupku jadi keras. Aku selalu berusaha setengah mati apapun yang terjadi apapun kondisinya. Yang aku pahami, takdir adalah sunnatullah. Gak ada yang bisa melawan sunnatullah dan semua sunnatullah sudah digariskan. Contohnya, hukum gravitasi adalah sunnatullah. Ga ada yg bisa melanggar aturan itu. Orang mau sukses ya harus berusaha. Kalau aku gagal, berarti ada sunnatullah atau variabel yang gak aku penuhi.
Bertahun tahun konsep ini aku pegang. Aku selalu berusaha cari tahu apa “sunnatullah” lain yang tidak aku pahami dan belum aku lakukan. Aku merasa bahwa semuanya bisa aku lakukan bisa aku capai kalau aku tahu sunnatullahnya “hack” nya.
Aku punya pandangan bahwa Allah gak mudah kasih bantuannya apalagi manusia biasa seperti aku, bukan Nabi bukan juga orang shaleh. Maka aku selalu berusaha untuk kuat dan siap mencari sunnatullah, menerka sunnatullah sunnatullah yang bisa jadi belum aku terapkan. Jujur, aku hanya berdoa saat di titik atau tepi jurang. Ibaratnya, “regulernya” merasa jarang berdoa. Aku sering merasa gak pantas meminta dan memohon saat aku sendiri belum pantas, karena usaha yang aku lakukan pun gak maksimal.
Dampak baiknya, aku selalu keras terhadap diri sendiri. Dalam belajar ataupun bekerja. Aku gak ragu mengeluarkan modal demi bisa bertemu orang yang paham “sunnatullah” menaklukkan sesuatu. Aku juga gak malu merendahkan diri, menyamakan derajat demi bisa tahu ilmu ilmu yang mungkin aku kurang pahami. Aku merasa harus keras terhadap diri sendiri apalagi bukan orang yang lahir dari privilege tertentu. Bagiku kelebihanku adalah kerja kerasku dan keinginanku belajar.
Di titik tertentu aku lelah juga.
Di satu sisi yang lain aku juga mulai sadar.
Selama ini variabel nasib yg aku pikirkan hanya soal diriku dan ilmu atau sunnatullah yg seharusnya. Padahal, nasib yg dimana dipengaruhi oleh diri kita sendiri karena kita punya freewill , juga bisa dipengaruhi oleh freewill orang lain. Kita ga bisa serta merta mempengaruhi freewill orang lain, mengintervensi dengan mudah, kecualiiii kita memanipulasinya atau melakukan hal-hal diluar hukum. Dan aku ga memilib untuk itu.
Ini yang membuat aku akhirnya coba berhenti sejenak.
- Kenapa aku hanya berdoa saat ada di titik akhir atau tepi jurang? Apakah aku gak sadar, bahwa ada banyak variabel atau hal yang gak bisa kita kuasain walaupun kita udah belajar atau berilmu atau mempersiapkan diri sekalipun? Dan itulah seharusnya. Berdoa di setiap proses, setiap jalan. Bahkan Allah saja ga pernah melarang berdoa sebanyak banyaknya. Kenapa aku merasa not deserve untuk berdoa memohon pada Nya?
- Apa artinya kepasrahan? Bertahun tahun aku anti dengan kata pasrah. Bagiku selalu ada peluang atau hole yang bisa dilalui. Tapi di satu titik aku sadar bahwa kepasrahan tetap harus dilakukan demi menghindari kesombongan. Sehebat apa aku sampai bisa merasa yakin bahwa variabel hidup bisa kita hadapi semuanya?
Saat ini aku sadar kalau kadang aku keras terhadap diriku sendiri. Aku lupa banyak hal yang gak aku kuasai. Aku juga sering lupa, ada hal hal yang begitu keras aku kejar aku cari dan aku usahakan ternyata gagal aku capai, kadang itu adalah sebuah sign bahwa Allah sedang menyelamatkanku dari suatu bahaya atau hal yang lebih buruk lagi.
Aku lupa kadang banyak hal yang aku sesali atau aku marah karena tidak bisa mendapatkannya adalah bentuk kasih sayang Allah agar aku lebih banyak berpikir, merenung, dan kembali dengan jalan yang benar.
Bagiku, saat ini. Apapun yang tidak kita capai gak berarti kita gagal. Kadang dunia memang tidak adil. Sistemnya rusak. Banyak freewill manusia manusia jahat. Mungkin juga memang aku belum layak, karena ada yang lebih layak mendapatkannya. Atau, memang ada pilihan lebih baik yang harus aku jalanin daripada yang aku bayangkan saat ini.
Aku akan selalu ingat ayat ini
“Berdoalah kepada-Ku niscaya akan aku kabulkan” (QS Ghafir: 60)
Leave a Reply